Kartini adalah sebuah film
biografi dari tokoh perjuangan
emansipasi wanita Indonesia, Kartini. Film ini menjadi penampilan ketiga Kartini
di layar lebar setelah biografi R.A.
Kartini (film) (1984),
dan kisah fiksi asmara Kartini Surat
Cinta Untuk Kartini (2016). Dian
Sastrowardoyo berperan sebagai
Kartini.
Film ini
akan menceritakan tentang tentang Kartini yang tumbuh dengan melihat
langsung Ibunya bernama Ngasirah yang menjadi orang terbuang di
rumahnya sendiri. Hal ini terjadi dikarenakan tidak memiliki darah ningrat dan
menjadi seorang pembantu. Sang ayah bernama Raden Sosroningrat yang
sangat mencintai Kartini tidak berdaya melawan tradisi yang sudah turun
temurun. Sepanjang perjalanan hidupnya, Kartini berjuang untuk mensetarakan hak
bagi semua orang baik ningrat ataupun bukan. Terutama hak pendidikan untuk
perempuan, Bersama kedua saudarinya bernama Roekmini dan Kardinah. Kartini
berjuang untuk mendirikan sebuah sekolah untuk kaum miskin dan menciptakan
sebuah lapangan pekerjaan bagi semua masyarakat Jepara.
Kartini dikisahkan dari rentang waktu 1883-1903 di
Jepara, dari mulai masih kanak-kanak sampai dewasa. Kita bisa melihat Kartini
kecil sudah memberontak karena ingin tidur dengan ibunya, Ngasirah (Christine
Hakim) yang notabene adalah asisten rumah tangga. Hal tersebut bertentangan
dengan tradisi Jawa pada saat itu karena Kartini memiliki ayah seorang Bupati
(golongan bangsawan). Waktu berlalu hingga Kartini harus dipingit di dalam
kamar karena usianya yang siap untuk dinikahi.
Kartini remaja
yang jenuh dengan kehidupannya di rumah — apalagi setelah kakak tirinya,
Soelastri (Adinia Wirasti) menikah — akhirnya mendapatkan angin segar ketika
kakaknya, Sosrokartono (Reza Rahadian) memberikan kunci lemarinya yang berisi
buku-buku sebelum ia pergi ke Belanda. Kartini yang kemudian membaca buku-buku
pemberian kakaknya berhasil membuat pikirannya tidak terpenjara dengan berbagai
macam khayalan yang divisualisasikannya secara nyata. Sampai pada bagian dimana
Kardinah (Ayushita) dan Roekmini (Acha Septriasa) masuk ke kamar Kartini untuk
dipingit. Kartini pun mendapatkan dua ajudan untuk membantu perjuangannya.
Sisi tomboi Kartini
Segala
macam persepsi kita tentang sosok Raden Ajeng Kartini yang merupakan putri
bangsawan dengan segala keanggunannya akan runtuh ketika menonton film ini.
Hanung mencoba menggambarkan bahwa Kartini sebenarnya adalah perempuan yang
tomboi pada zamannya. Melalui lingkup terkecil ketika Kartini berada di
kamarnya bersama dua adiknya, kegemarannya memanjat tembok, hingga berlarian di
pantai mengangkat sarung batiknya, Kartini bukanlah sosok putri yang menye-menye.
Dian Sastro
memang salah satu aktris yang cukup vokal menyuarakan hak-hak perempuan di
Indonesia. Tidak jarang ia selalu menyebutkan kalau Kartini adalah wanita yang
sangat diidolakannya. Fakta tersebut yang membuat penampilannya dalam film ini
terasa kuat meskipun masih diselingi keganjilan dalam aksen Jawa-nya. Acungan
jempol layak diberikan untuk Ayushita dan Acha Septriasa yang konsisten
mengimbangi penampilan Dian sehingga kehadiran Kartini sesekali terasa hambar
bila tak ada Kardinah dan Roekmini yang ikut menemaninya.
Plus-minus filmnya
Reza Rahadian mungkin saja hanya tampil secuil
dari total 119 menit film Kartini. Tetapi kehadirannya sangat krusial sehingga
Hanung dan Robert Ronny mungkin tidak mau sembarangan memilih aktor untuk
memerankan tokoh Kartono. Tiap perkataannya baik lisan maupun tertulis (dalam
bentuk surat) yang menggerakkan Kartini untuk terus mendobrak tradisi bahwa
sebenarnya perempuan wajib mendapatkan hak yang sama untuk sekolah
setinggi-tingginya.
Kesimpulan
Bahwa film kartini ini adalah panutan bagi wanita wanita Indonesia yang
sebenarnya memiliki hak yang sama sebagai warga Negara dan tidak dibatasi
seperti zaman dahulu kala. Hal ini merupakan pandangan hidup bagi kita semua
agar wanita wanita Indonesia dapat menyalurkan, menginspirasi maupun menunjukan
kemampuannya dalam berbagai bidang yang dimiliki setiap wanita. Oleh sebab itu
katini sebagai pelopor wanita pertama kali yang berani menyalurkan dan
menunjukan kepada dunia bahwa wanita itu bisa. Dalam arti tidak di anggap lebih
rendah dibandingkan laki-laki seperti yang terjadi semenjak dahulu kala. Awal dari
inilah kartini mulai menonjolkan keahliannya bahwa wanita itu tudak lemah. Kartini
juga dapat menjadi pandangan hidup untuk wanita wanita di zaman yang berkembang
ini. Sehingga dapat menyalurkan bakat bakat yang terpendam dalam diri wanita di
Indonesia maupun dunia.
Komentar
Posting Komentar